Sejarah Singapura

Catatan pertama permukiman di Singapura berasal dari abad ke-2 Masehi. Pulau ini merupakan pos luar Kerajaan Sriwijaya di Sumatera yang memberi nama Temasek dalam bahasa Jawa yang berarti 'kota laut'. Antara abad ke-16 dan awal abad ke-19, Singapura menjadi bagian dari Kesultanan Johor. Tahun 1613, perompak Portugis membakar permukiman di mulut Sungai Singapura dan pulau ini menjadi tidak terlalu diperhatikan sampai dua abad selanjutnya. 


Kekuasaan kolonial Britania 

"Sir Thomas Stamford Raffles"
Sir. Thomas Stamford Raffles
Pada 28 Januari 1819, Thomas Stamford Raffles mendarat di pulau utama di Singapura. Setelah melihat potensinya sebagai pos dagan strategis untuk kawasan Asia Tenggara, Raffles menandatangani perjanjian dengan Sultan Hussein Shah atas nama Perusahaan Dagang Hindia Timur Britania pada tanggal 6 Februari 1819 untuk mengembangkan bagian selatan Singapura sebagai pos dagang dan permukiman Britania. Hingga 1824, Singapura masih menjadi teritori yang dikuasai seorang sultan Melayu. Kemudian, teritori ini menjadi koloni Britania pada 2 Agustus 1824 ketika John Crawfurd, penduduk kedua Singapura, secara resmi menjadikan keseluruhan pulau sebagai kekuasaan Britania dengan menandatangani perjanjian dengan Sultan Hussein Shah yang menyatakan Sultan dan Temenggong menyerahkannya kepada Perusahaan Dagang Hindia Timur Britania. Tahun 1826, Singapura menjadi bagian dari Negeri-Negeri Selat, sebuah koloni Britania. Tahun 1869, 100.000 orang tinggal di pulau ini. 


Periode Perang Dunia II dan pasca perang


Selama Perang Dunia II, Angkatan Darat Kekaisaran Jepang menjajah Malaya, berakhir pada Pertempuran Singapura. Pihak Britania dikalahkan dalam enam hari dan menyerahkan benteng yang seharusnya tidak terkalahkan kepada Jenderal Tomoyuki Yamashita pada 15 Februari 1942. Penyerahan ini disebut oleh Perdana Menteri Britania Raya, Winston Churchill sebagai "bencana terburuk dan penyerahan terbesar dalam sejarah Britania Raya". Pembantaian Sook Ching terhadap etnis Cina setelah Singapura ditaklukkan memakan korban antara 5.000 dan 25.000 jiwa. Jepang mengganti nama Singapura menjadi Shōnantō (昭南島?), dari kata-kata Jepang "Shōwa no jidai ni eta minami no shima" ("昭和の時代に得た南の島"?), atau "pulau selatan yang diperoleh pada periode Shōwa", dan mendudukinya sampai Britania menguasai kembali pulau ini pada 12 September 1945, satu bulan setelah penyerahan Jepang. 

Setelah perang, pemerintah Britania Raya mengizinkan Singapura mengadakan pemilihan umum pertamanya tahun 1955 yang dimenangkan oleh kandidat pro-kemerdekaan, David Marshall, ketua partai Front Buruh yang kemudian menjadi Menteri Utama. Demi menuntut pemerintahan sendiri secara penuh, Marshall memimpin delegasi ke London, tetapi ditolak oleh Britania. Ia mengundurkan diri setelah kembali ke Singapura dan digantikan oleh Lim Yew Hock, yang kebijakannya kemudian meyakinkan pihak Britania. Singapura diberi hak pemerintahan internal sendiri secara penuh dengan perdana menteri dan kabinetnya mengawasi segala urusan pemerintah kecuali pertahanan dan urusan luar negeri. Pemilihan diadakan pada 30 Mei 1959 dengan Partai Aksi Rakyat memenangkan pemilu. Singapura langsung menjadi negara dengan pemerintahan sendiri di dalam Persemakmuran pada 3 Juni 1959, dan Lee Kuan Yew disumpah sebagai perdana menteri pertama Singapura. Kemudian Gubernur Singapura, Sir William Almond Codrington Goode, menjabat sebagai Yang di-Pertuan Negara pertama hingga 3 Desember 1959. Ia digantikan oleh Yusof bin Ishak, kemudian menjadi Presiden Singapura pertama. Singapura mengumumkan kemerdekaannya dari Britania secara unilateral pada Agustus 1963, sebelum bergabung dengan Federasi Malaysia pada September bersama dengan Malaya, Sabah dan Sarawak sebagai hasil dari Referendum Penggabungan Singapura 1962. Singapura dikeluarkan dari Federasi dua tahun setelah konflik ideologi yang memanas antara pemerintah PAP Singapura dan pemerintah federal di Kuala Lumpur.

Kemerdekaan Singapura

Singapura secara resmi memperoleh kedaulatan pada 9 Agustus 1965. Yusof bin Ishak disumpah sebagai presiden, dan Lee Kuan Yew menjadi perdana menteri pertama Republik Singapura. Tahun 1990, Goh Chok Tong menggantikan Lee sebagai perdana menteri. Selama masa pemerintahannya, negara ini menghadapi Krisis Keuangan Asia 1997, wabah SARS, dan ancaman teroris oleh Jemaah Islamiyah. Tahun 2004, Lee Hsien Loong, putra sulung Lee Kuan Yew, menjadi perdana menteri Singapura. Di antara keputusannya yang terkenal adalah rencana membuka kasino untuk mendorong pariwisata.