Saturday, January 12, 2013

Wisata Alam Singapura

Wisata Alam Singapura – Sulit membayangkan bahwa ”kota singa”, yang kini kita kenal sebagai sebuah negara dan kota modern, pada abad ke-19 pernah berada dalam kondisi seperti dikisahkan Alfred Russel Wallace dalam The Malay Archipelago. Wallace berkisah tentang Bukit Timah yang berhutan lebat dengan harimau berkeliaran di dalamnya. Harimau yang mengancam pekerjaannya mengumpulkan serangga untuk koleksi biologi. Perubahan yang telah terjadi selama 150 tahun bukan saja telah mengubah wajah Singapura, tetapi juga sama sekali tak menyisakan wajah lamanya.   

Tempat yang dikisahkan Wallace di atas adalah Bukit Timah. Antara tahun 1854 hingga 1862, Wallace mengisahkannya sebagai tempat yang berbukit-bukit, diselimuti hutan, dihuni harimau, dan merupakan salah satu tempat terkaya keanekaragaman serangga di dunia. 

Kini, di abad ke-21, kita menemukan Bukit Timah sebagai sebuah jalan raya yang terletak di kawasan antara pusat kota Singapura dan Bandara Changi. Jalan yang bersih, dengan kawasan yang tertata baik di kiri dan kanannya. Tetapi tak menyimpan sesuatu yang istimewa. 
Baik bukit maupun hutannya, yang begitu dikagumi Wallace, telah lama lenyap. Mohammed Amen, salah seorang pemandu dari Singapore Tourism Board, mengatakan bukit-bukit di Singapura telah lama lenyap karena diratakan. Tanahnya digunakan dalam proyek reklamasi pantai. Sekarang di Singapura bisa dikatakan tak ada lagi bukit. Dan bukit-bukit bukan satu-satunya yang telah lenyap. Hutan tropis alami, juga telah lama mengalami nasib serupa.


Meskipun demikian, jangan lalu membayangkan Singapura sebagai sebuah pulau datar yang gersang. Hutan, tanah, dan sumber daya alam lain mungkin telah habis selama proses pembangunan Singapura. Namun, seperti umumnya negara yang telah berhasil mengangkat diri menjadi negara maju, kesadaran untuk mengembalikan lingkungan hidup kepada kondisi semula pun kembali muncul. 
Pemerintah Singapura menghabiskan dana jutaan dolar untuk mengolah sampah, membangun taman-taman, membersihkan sungai dan laut, serta menekan tingkat polusi. Bahkan, pemerintah Singapura menciptakan beberapa fasilitas kemasyarakatan. Masyarakat Singapura bisa sejenak melupakan pemandangan gedung-gedung tinggi, dan menikmati keindahan hutan tropis serta berbagai satwa yang hidup di dalamnya. Semuanya, tentu saja, buatan tangan manusia.

Kabut Buatan

"Taman Burung Jurong"
Salah satu fasilitas tiruan alam itu adalah Jurong Bird Park >> Taman Burung Jurong. Taman burung seluas 20 hektar terletak di tengah kawasan industri Jurong. Ia bisa dikatakan sebagai sebuah tiruan alam yang berhasil. Pepohonan dan perdu tumbuh rimbun. Sementara burung-burung kecil yang sengaja dilepas bebas terlihat beterbangan di antaranya.
Beberapa tiruan memang terlihat janggal. Contohnya sebuah batang pohon tiruan berukuran raksasa terbuat dari beton. Tampaknya ingin meniru pohon-pohon seperti yang lazim kita temui di hutan Kalimantan. 
Tetapi, beberapa tiruan lain, seperti sebuah air terjun tinggi, benar-benar terlihat seperti asli hasil kreasi alam. Suasana alami yang teduh di sekitar air terjun itu diperkuat dengan munculnya kabut di antara dedaunan dan sepanjang sungai buatan. Kita seolah-olah berada di tengah alam pegunungan. Jangan kaget, kabut itu juga buatan, yang ditiupkan dari beberapa blower yang tersembunyi di antara tanaman. 
Meski seluruhnya tiruan, tak bisa dipungkiri bahwa suasana alami di taman burung itu sangat terasa. Salah satu penyebabnya, adalah konsep kandang terbuka, yang digunakan untuk beberapa jenis burung. Beberapa jenis burung seperti nuri, kakaktua, merpati dan flamingo, ditempatkan di kandang terbuka. Benar-benar tak terpisah dari alam bebas. 
Bisa dikatakan, burung-burung itu sebenarnya tak terkandang, dan mereka bisa saja terbang meninggalkan taman burung kalau mereka mau. Tak adanya pembatas fisik dengan alam bebas itu juga membawa masuknya burung-burung liar.
Di kolam yang diperuntukkan untuk flamingo, misalnya, pada sore hari sering terlihat berbagai jenis burung lain, yang turun hinggap untuk beristirahat di tepian air menjelang malam turun. Hadirnya berbagai jenis burung itu justru menimbulkan kesan seolah kolam flamingo itu benar-benar sebuah sumber air di alam bebas, tempat berbagai jenis binatang beristirahat di waktu malam.
Burung-burung buas atau langka seperti elang, cenderawasih, dan rangkong memang ditempatkan dalam kandang berdinding kawat. Sama seperti yang kita temui di kebanyakan kebun binatang. 

Hutan Buatan
Shirley Wong, Humas Taman Burung Jurong, mengatakan taman burung dan sistem kandang terbuka itu merupakan ide dari Goh Keng Swee. Tahun 1968, Goh Keng Swee yang ketika itu menjabat sebagai menteri keuangan Singapura mengunjungi Rio de Janeiro untuk menghadiri pertemuan Bank Dunia, mengunjungi kebun binatang Rio, dan terkesan dengan taman burungnya yang memiliki kandang terbuka. Saat kembali ke Singapura, ia pun lalu mendirikan fasilitas serupa. 
Lalu bagaimana menjaga agar burung-burung yang ditempatkan di kandang terbuka itu tak melarikan diri? Menurut Shirley, burung-burung yang ditempatkan di kandang terbuka itu adalah burung-burung yang sejak masih berada dalam telur, telah dibiasakan dengan kehadiran manusia. ”Mereka ditetaskan di sini, sejak kecil dilatih, diberi makan dan dibiasakan dengan kehadiran manusia. Bisa dikatakan, mereka telah dipisahkan dari burung-burung yang hidup di alam bebas. Di samping itu, dengan makanan yang cukup, adanya pasangan, kandang yang sesuai dengan kebutuhan mereka, mereka tak akan melarikan diri ke alam bebas,” ujar Shirley. 
Memang, burung-burung yang berterbangan di Taman Burung Jurong terlihat sangat terbiasa dengan kehadiran manusia. Di taman itu, ada seorang petugas yang menjual satu cup ulat makanan burung. Jika Anda menaruh ulat itu ditelapak tangan Anda, tak lama kemudian seekor burung mungil tanpa takut-takut akan hinggap di tangan Anda, dan mematuki ulat tersebut. 
Taman itu memang merupakan pilihan yang tepat, jika yang ingin Anda temukan adalah suasana alam bebas, ditambah kesempatan untuk mengamati burung sepuasnya.
Itu jika yang Anda inginkan adalah mengamati burung. Tetapi, jika Anda lebih menikmati suasana alam terbuka sambil mengamati satwa buas berkeliaran di malam hari, Singapura menyediakan satu fasilitas tiruan alam lainnya, yaitu Night Safari. Sebanyak 72 persen dari 120 jenis binatang yang dikoleksi kebun binatang itu tergolong binatang buas. 


Fasilitas tiruan alam seluas 40 hektar itu tak jauh berbeda dengan Taman Safari yang ada di Kabupaten Cisarua, Bogor-Jawa Barat. Perbedaannya, di Night Safari pembatas antara satwa buas dan para pengunjung tak terlalu terlihat. Jika di Taman Safari kita hanya bisa mengikuti Night Safari dengan mobil tertutup, di Night Safari Singapura, kita bahkan bisa mengelilingi kandang binatang-binatang buas itu dengan berjalan kaki. Jika beruntung, Anda bisa mendekati macan tutul atau harimau yang sedang berkeliaran hanya dalam jarak beberapa meter. Kawasan itu juga sengaja dihutankan kembali, dan setelah bertahun-tahun, kini keadaannya tak jauh berbeda dengan hutan tropis aslinya. 

No comments:

Post a Comment

Say Not to SPAM !!!